Shelter Tsunami NTB Dikorupsi, Sebagian Bangunan Telah Roboh

Kondisi shelter tsunami di NTB yang dikorupsi. Sebagian bangunan shelter itu telah roboh. (ANTARA/Dhimas Budi Pratama)

Jurnal NYC | Sayyid Daffa

Jakarta, NYCNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sebagian bangunan tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah roboh.

Tim KPK sudah melakukan pengecekan lapangan sebagai bagian dari tindak lanjut kasus dugaan korupsi pembangunan shelter tersebut.

Bacaan Lainnya

“Ini sedang dikirim timnya, tapi yang jelas sesuai foto-foto yang saya lihat, mungkin juga rekan-rekan pernah (lihat) fotonya, bangunannya sudah sebagian roboh, jadi tidak bisa digunakan,” ujar Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Kamis (15/8).

Asep menambahkan tim penyidik meminta bantuan dari beberapa ahli dalam menangani kasus tersebut.

“Nanti kalau terkait dengan masalah bahan bangunan dan lain-lain akan (diperiksa) oleh ahli, karena kita mendatangkan ahli ya, ahli konstruksi maupun ahli penghitungan kerugian negara,” sambungnya.

Sebelumnya, tim penyidik KPK bersama auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pemerintah (BPKP) melakukan pengecekan fisik terhadap shelter tsunami di NTB, Kamis (8/8).

Pengecekan tersebut dalam rangka penghitungan kerugian keuangan negara.

KPK belum memberikan kabar terkini dari kegiatan tersebut.

Dalam proses penyidikan berjalan, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi.

Di antaranya ialah D selaku Staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB; RT selaku Kepala Kantor BPBD Lombok Utara tahun 2015; KH selaku Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Utara periode 2014-2015; dan R selaku Direktur Utama PT Utama Beton Perkasa.

Kemudian RB selaku Direktur PT Barokah Karya Mataram; Sardimin selaku Kepala Dinas PU Provinsi NTB (Mantan Kabid Cipta Karya Dinas PU Provinsi NTB); MT selaku perwakilan dari PT IA; dan IMA selaku Kepala BPBD Lombok Utara tahun 2018.

Lembaga antirasuah sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka namun belum mengumumkan identitas mereka. Hal itu akan disampaikan KPK bersamaan dengan konstruksi lengkap perkara pada saat penahanan dilakukan. Kasus ini merugikan keuangan negara sekitar kurang lebih Rp19 miliar.

About Author

Pos terkait