Penembakan Dokter Sunardi, Pakar Usul Densus Pakai Bodycam

Ilustrasi densus 88 tembak mati dokter Sunardi.

Jurnal NYCNews | Penembakan Dokter Sunardi

Jakarta, NYCNews.id – Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai bahwa terdapat beberapa masalah dan kejanggalan yang harus diselesaikan negara pasca penembakan dokter Sunardi oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

Penembakan itu dilakukan lantaran dokter Sunardi merupakan tersangka teroris yang dikejar Densus. Namun, ia disebut melakukan perlawanan terhadap petugas selama pengejaran.

Bacaan Lainnya

Reza menilai diperlukan mekanisme hukum untuk dapat menguji kebenaran atas penyematan status hukum Sunardi sebagai tersangka teroris oleh Densus. Ia beranggapan, belum tentu apa yang disangkakan polisi terbukti jika Sunardi tergabung dalam jaringan terorisme.

“Sayang, kita tidak punya mekanisme untuk mengujinya. Mengingat dokter Sunardi sudah tewas. Andai kita mengenal posthumous trial,” kata Reza kepada wartawan, Senin (14/3).

Ia menjelaskan, posthumous trial adalah persidangan bagi terdakwa yang sudah meninggal. Sehingga, nantinya akan ada kepastian status para terduga teroris itu di mata hukum.

Oleh sebab itu, Reza mengatakan bahwa diperlukan mekanisme posthumous trial untuk penguatan operasi pemberantasan terorisme di Indonesia. Menurutnya, upaya itu juga perlu dilakukan agar operasi Densus 88 tak lagi kontroversial.

Reza mengatakan, petugas di detasemen berlambang burung hantu itu juga harus dilengkapi dengan body camera atau bodycam ketika melakukan aksi pengejaran, penangkapan, hingga proses hukum lainnya.

“Teknologi ini akan bermanfaat untuk kepentingan pemeriksaan jika nantinya muncul tudingan bahwa Densus 88 telah melakukan aksi brutal terhadap terduga teroris,” ucapnya.

Pemasangan bodycam, kata dia, juga penting untuk mencegah aparat menggunakan kekerasan berlebih secara bertugas. Pasalnya, Reza menyoroti bahwa permasalahan kematian dokter Sunardi tak hanya menyangkut kematian nahas tersangka teroris itu.

Namun, Reza menilai, diperlukan mekanisme hukum untuk dapat membuat proses penegakan hukum berjalan dengan baik sesuai aturan.

“Benar tidaknya statusnya sebagai anggota jaringan terorisme,” jelas Reza.

“Kami mendukung negara bekerja sekomprehensif dan setuntas mungkin menanggulangi masalah terorisme di Tanah Air,” tandas dia.

Sebagai informasi, dokter Sunardi tewas diganjar timah panas oleh aparat lantaran diduga membahayakan nyawa petugas dan masyarakat selama proses penangkapan. Ia disebut memberikan perlawanan secara agresif.

Polisi pun menembak Sunardi usai menabrak kendaraan warga dan mengakibatkan dua petugas terluka. Sunardi sempat hendak dievakuasi ke Rumah Sakit, namun nyawanya tak tertolong.

Pengejaran itu dilakukan karena Sunardi merupakan tersangka kasus dugaan tindak pidana terorisme. Ia disebut tergabung dengan jaringan Jamaah Islamiyah (JI).

Komnas HAM pun langsung bereaksi. Mereka menyatakan telah melakukan penyelidikan dan bakal segera memanggil anggota Densus untuk diklarifikasi terkait peristiwa penembakan itu.

Pasalnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sukoharjo Arif Budi Satria mengungkapkan dokter Sunardi adalah seorang difabel. Ia menyebutkan bahwa Arif memerlukan alat bantu untuk dapat berjalan karena cedera itu.

Sunardi menjadi salah satu relawan yang turun pada gempa yang terjadi 2006 itu dan mengalami kecelakaan. Menurutnya, kecelakaan itu membuat kaki Sunardi cedera sehingga harus menggunakan alat bantu berjalan seumur hidupnya.

Dokter Sunardi juga aktif dalam lembaga kemanusiaan Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI).

About Author

Pos terkait