NYCNews.id || Budaya
Padang — Minangkabau merupakan Entitas suku kebudayaan yang kaya akan ragam, termasuk diantaranya pakaian adat untuk kaum perempuan, seperti salah satu pepatah Minangkabau ‘Lain Padang, lain bilalang. Lain lubuak, lain ikannyo’ pepatah Minang tersebut tentunya telah menggambarkan bahwa Indonesia, khususnya Minangkabau memiliki beragam keunikan tersendiri, baik itu bahasa, budaya, pakaian dan lainnya.
Salah satu contoh yang dilansir dari padangkita.com, bahwa di Minangkabau juga memiliki penutup kepala khas yang kerap digunakan kaum hawa atau perempuan Minang dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam upacara adat, yaitu Tingkuluak.
Bicara soal Tingkuluak, dikutip dari buku karangan Erni Esde dan kawan-kawan yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Museum Adityawarman tahun 2006 dengan judul “Aneka Tutup Kepala Wanita di Luhak Minangkabau” disebutkan bahwa ada enam jenis Tingkuluak yang kerap digunakan perempuan Minang dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam buku itu dijelaskan, bahwa Tingkuluak yang digunakan perempuan Minang dalam keseharian beda dengan Tingkuluak yang digunakan saat upacara adat, seperti upacara pernikahan, melewakan penghulu dan lain sebagainya.
Berikut ragam Tingkuluak, ragam penutup kepala khas perempuan Minang yang dirangkum Padangkita.com:
Tingkuluak Tanduak
Dinamakan tingkuluak tanduak karena bentuknya yang menyerupai tanduk kerbau. Tingkuluak Tanduak biasanya terbuat dari kain songket tenunan yang dikombinasikan dengan benang emas khas Minangkabau.
Pada bagian belakang, Tingkuluak Tanduk biasanya diberi hiasan berupa kain yang terurai. Tingkuluak ini dipakai dengan cara kain yang dibentuk menjadi selendang panjang yang kemudian dikreasikan menyerupai tanduk dengan dua sisi kiri dan kanan berbentuk lancip seperti tanduk kerbau.
Tingkuluak Balapak
Tingkuluak ini dinamakan Tingkuluak Balapak atau Tingkuluak Kambang Balapak. Tingkuluak ini merupakan pakaian bundo kanduang yang biasanya digunakan ketika upcara perkawinan, sunatan atau batagak penghulu.
Tingkuluak Balapak menggunakan kain songket atau kain basahan hitam. Kain basahan hitam terbuat dari benang katun dengan warna dasar hitam dan hijau lumut, bidang kain kotak-kotak kecil, bagian ujung dan pinggir selendang dihiasi benang emas yang disungkitkan pada waktu menenun.
Tingkuluak ini berbentuk seperti gonjong atap rumah gadang persegi panjang, pada bagian atas, ujung kiri kain menutupi kedua ujung tanduk dan ujung sebelah kanan dibiarkan terurai.
Cara mengenakan tingkuluak ini dengan terlebih dahulu membentuk Tingkuluak Tanduak, kemudian sisi ujung kanan selendang dilipat hingga menutupi tanduak tadi dan ujung kiri dibiarkan jatuh ke belakang untuk menutupi rambut. Tingkuluak ini tidak hanya berfungsi sebagai pakaian semata.
Salah satu contohnya Tingkuluak Balapak Bundo Kanduang di Nagari Sungayang, Tanah Datar. Tingkuluak Balapak asal daerah tersebut melambangkan kebangsawanan serta tidak bolehnya menjunjung beban yang berat.
Minsia yang ditata berada pada bagian kanan, menggambarkan bahwa demokrasi lebih diutamakan di kawasan Kenagarian Sungayang, tetapi berada pada batas-batas tertentu di lingkungan alur dan patut.
Tingkuluak Balenggek
Sesuai dengan namanya Tingkuluak ini terdiri dari dua Tingkuluak yang dibuat bertingkat yang terbuat dari kain balapak.
Di Lintau Buo, Tanah Datar, Tingkuluak Balenggek pada zaman dahulu hanya dipakai oleh kaum bangsawan atau keturunan penghulu saat bersanding di pelaminan.
Bagi perempuan yang mengenakan tingkuluak ini, jika ia bukan berasal dari keluarga penghulu, maka harus meminta izin atau membayar uang adat terlebih dahulu kepada penghulunya.
Cara mengenakannya yaitu, pada lapisan bawah kain dibentuk seperti Tingkuluak Tanduak. Lalu, pada bagian atas yang terbuat dari kayu ringan dililit dengan kain yang diberi yang pinggiran dan dihiasi berbagai berbagai ukiran dan berwarna keemasan.
Tingkuluak Sapik Udang
Tingkuluak Sapik Udang berasal dari Padang Magek, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Dinamakan Sapik Udang karena menggunakan kain sarung sapik udang yang ditenun dengan motif kotak-kotak kecil warna hitam. Kain sarung tadi dipadukan dengan sehelai mukena.
Cara mengenakannya yaitu kain sarung dilipat dua memanjang dan mukena atau yang dikenal dengan nama Talakuang di Minangkabau dilipat empat.
Lalu, posisikan mukena berada di dalam kain sarung, namun salah satu ujung mukena ditarik sehingga terlihat keluar.
Kemudian, sisi kain dengan mukena tadi di letakkan di kepala sebelah kiri dan bagian kanan dibentuk menjadi tanduk dengan memutarkan ujungnya ke belakang kepala sehingga melilit ujung kiri. Ujung kiri dibuat seperti menyerupai bunga kecubung, sedangkan ujung kanan menjadi tanduk.
Selain untuk menutup kepala, tingkuluak ini juga sebagai cara membawa kelengkapan salat. Begitu masuk waktu salat, tingkuluak tersebut dapat difungsikan menjadi kelengkapan salat untuk menutup aurat.
Tingkuluak Talakuang
Tingkuluak Talakuang atau Batilakuang umumnya digunakan dalam keseharian perempuan di Batipuah, Tanah Datar. Tingkuluak ini juga digunakan dengan baju kurung dan kodek kain batik saat kegiatan mamanggia atau mengundang orang lain untuk datang pada hajatan.
Cara mengenakan tingkuluak jenis ini yaitu terlebih memasang samiri atau salambiri yang terbuat dari kain katun berbentuk persegi empat.
Kain ini dilipat seperti memasang Tingkuluak Sapik Udang. Pada lapisan kedua dibuat bentuk yang sama menggunakan kain beludru berwarna hitam. Tingkuluak ini juga dihiasi dengan loyang yang berbentuk wajik, bunga dan sebagainya.
Tingkuluak Koto Gadang
Tingkuluak Koto Gadang biasanya digunakan pengantin wanita di Koto Gadang saat acara pernikahan. Terbuat dari kain beludru berwarna merah atau ungu tua, berbentuk persegi panjang.
Pinggiran kain dihiasi dengan minise atau renda yang berwarna keemasan. Permukaan kain dihiasi taburan loyang bermotif bunga, bintang dan sebagainya. Tingkuluak ini digunakan dengan baju kurung dan kodek.*