Jakarta — Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku belum akan memberi sanksi untuk stasiun televisi yang belum pindah ke digital sebagai bagian dari program Analog Switch Off (ASO).
“Sejauh ini belum [ada sanksi], kita kan merujuk ke peraturan perundang-undangan,” kata Dedy Permadi, Juru Bicara Kominfo saat ditanya wartawan soal sanksi ASO, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (27/6).
Pihaknya memilih melakukan pendekatan kepada stasiun TV lewat komunikasi intensif. “Kita pendekatannya komunikasi yang intensif, kita optimis bisa membangun komunikasi itu dengan penyelenggara multipleksing,” ujarnya.
Menurut Undang-undang Cipta Kerja, batas waktu penerapan ASO adalah dua tahun sejak UU tersebut disahkan. Artinya, program ASO harus terlaksana sepenuhnya pada 2 November 2022.
“Kita menjalankan amanat UU Cipta Kerja, di dalamnya jelas untuk ASO batas waktunya 2 tahun setelah diundangkan,” terang Dedy.
Selain menjalankan amanat undang-undang, suntik mati tv analog juga sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor No. 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran dan Perubahannya. Pemerintah membagi ASO ke dalam tiga tahap.
Jika ada tantangan dalam pelaksanaan ASO, Kominfo akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan para penyelenggara multipleksing.
Ragam Masalah
Di sisi lain, masih ada sejumlah masalah terkait adaptasi masyarakat dari tv analog ke tv digital. Masalah pertama adalah sosialisasi yakni masih banyak masyarakat yang belum familiar dengan program ini.
Hal itu terlihat di di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Diketahui, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, jadi salah satu dari 166 kabupaten/kota yang masuk tahap satu suntik mati TV analog pada 30 April lalu.
“Belum, saya belum tahu, belum ada sosialisasinya. Kapan dimulainya kami belum tahu. Kalau [TV Analog] dimatikan, [warga]Sepaku kebingungan juga,” kata Hasanudin, tokoh masyarakat di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), kepada CNNIndonesia.com, Kamis (21/4).
Masalah lain, menurut Komisi I DPR, masih ada warga yang tidak tahu soal tenggat waktu suntik mati tv analog atau bahkan tak tahu keberadaan program itu.
Selain itu, siaran digital juga dinilai terlalu mahal bagi televisi lokal. Izin sewa saluran TV digital dibayar lewat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dipungut TVRI. Namun, biayanya disamaratakan di seluruh daerah. Padahal, kemampuan televisi lokal disebut tak sebanding dengan TV nasional.
(dikutip:www.cnnindonesia.com/pa/nycnews)