Jurnal NYCNews | Pengungsi Tinggalkan Ukraina di Tengah Invasi Rusia
Jakarta, NYCNews.id – Lebih dari 150 ribu pengungsi dilaporkan berupaya meninggalkan Ukraina di tengah invasi yang dilakukan Rusia. Upaya mereka meninggalkan Ukraina tersebut disambut baik sejumlah negara.
Konflik yang tengah terjadi di Ukraina memicu berbagai dukungan untuk para pengungsi. Sambutan baik diberikan oleh berbagai negara untuk para pengungsi, bahkan oleh Polandia dan Hungaria yang tidak mau menerima pengungsi dari negara konflik dan miskin di Timur Tengah dan Afrika.
Sejumlah warga juga dilaporkan membuka rumahnya dan secara sukarela menerima para pengungsi. Di Polandia, sebuah halaman Facebook dibuat untuk menawarkan tumpangan kendaraan dan bantuan lain untuk para pengungsi dari wilayah perbatasan.
Sukarelawan bahkan datang dari berbagai wilayah Eropa untuk mengangkut para pengungsi. Salah satu di antara mereka adalah pasangan Jerman dari Hamburg yang mengacungkan tanda di kota perbatasan Polandia, Medyka, dan mengatakan bahwa mereka dapat membawa pulang tiga orang.
“Negara kami tidak melakukan apa-apa, dan kami merasa perlu melakukan sesuatu,” kata Tanja Schwarz, 51 tahun, seperti dikutip dari AP.
Di tengah banyaknya niat baik tersebut, upaya meninggalkan Ukraina disebut memiliki berbagai kesulitan. Seorang warga Manchester, Inggris bernama Jeremy Myers sedang berlibur di Ukraina bersama pacarnya ketika perang dimulai.
Mereka melarikan diri dari Kiev dan menunggu 23 jam di daerah berpagar di mana tidak ada makanan atau air.
Wilayah tersebut dikendalikan oleh penjaga bersenjata di pihak Ukraina. Di sana dia menyaksikan orang-orang berkelahi, terlindas, dan bahkan seorang wanita pingsan.
“Kami melihat beberapa orang terluka, tidak ada toilet, tidak ada bantuan medis,” katanya.
“Anda harus berdiri di tempat Anda berada karena jika tidak, Anda kehilangan tempat dalam antrean,” tambahnya.
Selain itu, satu keluarga dari Chernivtsi di Ukraina barat menunggu 20 jam sebelum dapat melintasi perbatasan ke Siret di Rumania utara.
Salah seorang anggota keluarga tersebut, Natalia Murinik, 14 tahun, menangis saat menggambarkan ucapan selamat tinggal kepada kakek-nenek yang tidak bisa meninggalkan negara itu.
“Ini benar-benar sakit, saya ingin pulang,” katanya.
Jumlah pengungsi terbesar dilaporkan ada di Polandia, di mana 2 juta orang Ukraina telah menetap untuk bekerja dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh serangan pertama Rusia ke Ukraina.
Mereka mengungsi ketika Rusia mencaplok Krimea pada 2014 dan berusaha mencari peluang dalam di negara tetangganya itu.
Pemerintah Polandia mengatakan pada Sabtu (26/2), lebih dari 100 ribu orang Ukraina telah melintasi perbatasan Polandia-Ukraina dalam 48 jam terakhir saja.
Polandia menyatakan perbatasannya terbuka untuk warga Ukraina yang melarikan diri bahkan bagi mereka yang tidak memiliki dokumen resmi. Polandia bahkan menghilangkan syarat untuk menunjukkan tes COVID-19 negatif.
Dengan terbukanya ‘pintu’ tersebut, antrean kendaraan yang menunggu untuk memasuki Polandia di Medyka membentang bermil-mil ke Ukraina.
Seorang wanita dari Lviv bernama Len melihat mainan dan tas berat di sepanjang jalan yang ditinggalkan orang. Pemandangan tersebut ia lihat ketika ia membawa keempat anaknya ke tempat yang aman di Polandia.
Gelombang pengungsi dari Ukraina ini bahkan membuat Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, salah satu pemimpin paling anti-migran di Eropa ‘tersentuh.’
Ia melakukan perjalanan ke kota perbatasan Beregsurany, di mana dia mengatakan Hungaria menerima semua warga negara dan penduduk sah Ukraina.
“Kami membiarkan semua orang masuk,” kata Orban.
Juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi, Joung-ah Ghedini-Williams, menyebut kondisi bisa berubah dari menit ke menit, dan saat ini setidaknya 150 ribu orang telah mengungsi.
“Angka dan situasi berubah dari menit ke menit,” katanya.
“Setidaknya 150 ribu orang telah melarikan diri, mereka adalah pengungsi di luar Ukraina. … Setidaknya 100 ribu orang – tetapi mungkin jumlah yang jauh lebih besar – telah mengungsi di dalam Ukraina,” imbuhnya.