Jurnal NYCNews | IDI Balas Yasonna soal Terawan
Jakarta, NYCNews.id – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespons kritik Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly soal polemik nasib Surat Izin Praktik (SIP) Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dicabut atas rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) sebagai anggota IDI.
Yasonna mengaku berencana merevisi kewenangan IDI dalam memberikan SIP dokter. Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria lantas menjelaskan bahwa sedari awal pemberian SIP merupakan kewenangan pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan setempat.
Sementara IDI hanya berwenang mengeluarkan surat rekomendasi sebagai syarat pengajuan atau perpanjangan SIP dokter. Hal itu menurutnya telah termaktub dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
“Kami berterima kasih atas statement Pak Menkumham Yasonna, tapi memang perlu dilihat kembali di dalam UU Praktik Kedokteran di pasal 37 dan pasal 38, jelas bahwa SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah. Jadi memang izin itu ranah dan domain pemerintah,” kata Beni saat ditemui CNNIndonesia.com di Kantor PB IDI, Jakarta Pusat, Kamis (31/3).
Di dalam UU Nomor 24 tahun 2009 Bab VII tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, Bagian Kesatu, Surat Izin Praktik. Dijelaskan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37 Ayat (1) menyatakan bahwa SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi dilaksanakan. Pada Ayat (2) kemudian dijelaskan bahwa SIP dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak tiga tempat.
Dan Ayat (3) menyebutkan bahwa satu SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik. Beni kemudian kembali mengingatkan bahwa pihaknya hanya memberikan surat rekomendasi sesuai yang tercantum dalam Pasal 38.
Yang menyebutkan, untuk mendapatkan SIP dokter maupun dokter gigi harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang masih berlaku. Kemudian mempunyai tempat praktik, dan juga memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
“Izin untuk sejawat kami [Terawan] ini masih tetap berlaku sampai 2025. Terkait kemudian pemerintah sikapnya seperti apa itu domainnya pemerintah. Tentu kami domainnya pembinaan etik yang bagi kami, dokter yang melanggar etik dengan bukti kuat kemudian kami rekomendasikan, tentunya ini yang harus menjadi pertimbangan pemerintah juga,” jelasnya.
Adapun menyinggung peluang UU Praktik Kedokteran akan direvisi ke depannya, Beni mengaku tak mempermasalahkan itu lantaran ia menyerahkan kebijakan pembuatan UU kepada pemerintah. Hanya saja, ia memastikan bahwa prosedur yang dipakai IDI saat ini masih bersumber pada UU Nomor 29 Tahun 2004.
“Jadi sekali lagi, kewenangan pemerintah ya izin, organisasi profesi kewenangan hanya pembinaan etik, melakukan verifikasi dan pemberian sanksi etik,” ujar Beni.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Putu Moda Arsana sebelumnya juga membeberkan dampak dari polemik rekomendasi MKEK soal pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI.
Putu menjelaskan, apabila seorang dokter final ‘dipecat’ dari IDI, maka dokter tersebut bakal kesulitan mengajukan perpanjangan SIP yang memerlukan rekomendasi dan surat keterangan dari IDI.
KKI, kata dia, hanya akan menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR). Apabila seorang dokter memerlukan SIP, maka setidaknya harus memenuhi syarat, seperti STR hingga Sertifikat Kompetensi (Serkom) yang harus didapatkan seorang dokter melalui Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) dan dikeluarkan oleh Kolegium Dokter Indonesia.
Putu melanjutkan sesuai UU Nomor 29 tahun 2004, IDI memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi Satuan Kredit Profesi (SKP) yang bakal menjadi modal perpanjangan SIP. Dengan demikian, seorang dokter harus menjadi anggota IDI untuk mendapatkan SKP tersebut.
Menyinggung kasus Terawan, Putu memastikan STR Terawan hingga saat ini masih aktif. Adapun untuk SIP, apabila contohnya masa berlaku habis pada 2025, maka masih ada tiga tahun ke depan bagi dokter yang dipecat untuk masih berpraktik di fasilitas kesehatan .
“nah itu masalahnya. Menurut UU, itu dibutuhkan, dan kalau tidak menjadi anggota yang akan memberikan rekomendasi siapa. Untuk itu, kekuasaan IDI sebagai organisasi sangat besar,” jelas Putu beberapa waktu lalu.