Jakarta, NYCNews.id – Bahrain diperkirakan menjadi ‘ibu kota’ atau pusat perdagangan kripto di Timur Tengah atawa kawasan Asia Barat. Hal ini tentu mematahkan persepsi bahwa Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara yang paling berpotensi untuk menjadi pusat perdagangan mata uang digital.
Chief Executive Officer (CEO) CoinMENA Talal Tabbaa mengatakan setidaknya terdapat beberapa keunggulan yang dimiliki Bahrain ketimbang UEA untuk menjadi pusat kripto.
Apalagi, Central Bank of Bahrain, bank sentral negara tersebut, telah menerima kripto sebagai alat pembayaran yang sah. Bahkan, mereka memberikan izin resmi bagi perbankan untuk bekerja sama dengan platform perdagangan kripto.
Restu itu akan mempermudah nasabah yang memperjualbelikan kripto untuk dicairkan dalam bentuk dinar Bahrain.
Ini tentu menjadi kelebihan tersendiri bagi Bahrain, mengingat UEA tidak membiarkan hal seperti itu terjadi di negaranya.
“Secara umum, sebagian besar kripto tidak diterima sebagai alat tukar di negara maju mana pun atau tidak untuk alat pembayaran,” ujar Central Bank of the United Arab Emirates dikutip dari NYCNews.id, Rabu (23/2).
Namun demikian, Bank sentral UEA tetap mengikuti perkembangan regulator keuangan global dengan tetap mewaspadai perkembangan aset digital tersebut dan akan merespons dengan regulasi yang dinilai tepat.
Tabbaa mengaku sebagai penduduk UEA, hal tersebut lah yang menjadi batu sandungan terbesar bagi negaranya untuk menjadi pusat kripto di Timur Tengah.
Selain itu, platform perdagangan kripto di Bahrain bernama Rain bahkan berhasil menembus volume perdagangan dengan nilai yang fantastis, yaitu US$1 miliar atau setara Rp14,33 triliun (setara Rp14.334 per dolar AS).
Gubernur bank sentral Bahrain Rasheed M. Al-Maraj mengklaim pihaknya menjadi salah satu bank sentral pertama yang mengadopsi kripto sebagai aset yang dapat diperjualbelikan. Ia menjelaskan hal ini dilakukan guna merespons permintaan kripto yang berkembang di tengah masyarakat.